Jumat, 21 Agustus 2015

Mahram (yang haram dinikahi)

بسم الله الرحمن الرحيم

Assalamu'alaikum Wr. Wb



Muhrim dan mahram, adalah dua istilah yang sering terbalik dalam percakapan masyarakat. Terutama mereka yang kurang perhatian dengan bahasa Arab. Padahal dua kata ini artinya jauh berbeda. Memang teks arabnya sama, tapi harakatnya berbeda.
محرم
  1. Muhrim (huruf mim dibaca dhammah dan ra’ dibaca kasrah) artinya orang yang melakukan ihram. Ketika jamaah haji atau umrah telah memasuki daerah miqat, kemudian dia mengenakan pakaian ihramnya dan menghindari semua larangan ihram, dan ini disebut muhrim. Dari kata Ahrama – yuhrimu – ihraaman – muhrimun.
  2. Mahram (huruf mim dan ra’ dibaca fathah) artinya orang yang haram dinikahi karena sebab tertentu.
Syariat islam telah menjelaskan sejumlah wanita yang dilarang dinikahi dalam ayat berikut;

{وَلَا تَنْكِحُوا مَا نَكَحَ آبَاؤُكُمْ مِنَ النِّسَاءِ إِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَمَقْتًا وَسَاءَ سَبِيلًا (22) حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْوَأَخَوَاتُكُمْ وَعَمَّاتُكُمْ وَخَالَاتُكُمْ وَبَنَاتُ الْأَخِ وَبَنَاتُ الْأُخْتِ وَأُمَّهَاتُكُمُ اللَّاتِي أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ مِنَ الرَّضَاعَةِ وَأُمَّهَاتُ نِسَائِكُمْوَرَبَائِبُكُمُ اللَّاتِي فِي حُجُورِكُمْ مِنْ نِسَائِكُمُ اللَّاتِي دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَإِنْ لَمْ تَكُونُوا دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ وَحَلَائِلُ أَبْنَائِكُمُ الَّذِينَ مِنْ أَصْلَابِكُمْ وَأَنْ تَجْمَعُوا بَيْنَ الْأُخْتَيْنِ إِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ غَفُورًا رَحِيمًا (23) وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ النِّسَاءِ إِلَّا مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ كِتَابَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَأُحِلَّ لَكُمْ مَا وَرَاءَ
(ذَلِكُمْ} [النساء: 22-24]
artinya:
"Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh)". (22)

"Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu, anak-anakmu yang perempuan, saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan, saudara-saudara ibumu yang perempuan, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu, saudara perempuan sepersusuan, ibu-ibu isterimu (mertua), anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), Maka tidak berdosa kamu mengawininya, (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu), dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang". (23)

"Dan diharamkan juga kamu mengawini wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki dan dihalalkan bagi kamu selain perempuan-perempuan yang demikian". (24)
(QS: An-Nisa; 22-24).

Dari ayat diatas dapat dirinci sebagai berikut:
  1. Ibu kandung
  2. Anak-anakmu yg perempuan
  3. Saudara-saudaramu yg perempuan
  4. Saudara-saudara bapakmu yg perempuan
  5. Saudara-saudara ibumu yg perempuan
  6. Anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yg laki-laki
  7. Anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yg perempuan
  8. Ibu-ibumu yg menyusui kamu
  9. Saudara perempuan sepersusuan
  10. Ibu-ibu isterimu
  11. Anak-anak isterimu yg dalam pemeliharaanmu dari isteri yg telah kamu campuri
  12. Isteri-isteri anak kandungmu.

  1. Mahram Yang Bersifat Abadi.
    Para ulama membagi mahram yang bersifat abadi ini menjadi 3 kelompok berdasarkan penyebabnya. Yaitu karena sebab hubungan nasab, karena hubungan pernikahan (perbesanan dan karena hubungan akibat persusuan.

    a. Mahram Karena Nasab
    1. Ibu kandung dan seterusnya keatas seperti nenek, ibunya nenek.
    2. Anak wanita dan seteresnya ke bawah seperti anak perempuannya anak perempuan.
    3. Saudara kandung wanita.
    4. Ammat / Bibi (saudara wanita ayah).
    5. Khaalaat / Bibi (saudara wanita ibu).
    6. Banatul Akh / Anak wanita dari saudara laki-laki.
    7. Banatul Ukht / anak wnaita dari saudara wanita.
    b. Mahram Karena Mushaharah (besanan/ipar) Atau Sebab Pernikahan
    1. Ibu dari istri (mertua wanita).
    2. Anak wanita dari istri (anak tiri).
    3. Istri dari anak laki-laki (menantu peremuan).
    4. Istri dari ayah (ibu tiri).
    c. Mahram Karena Penyusuan
    1. Ibu yang menyusui.
    2. Ibu dari wanita yang menyusui (nenek).
    3. Ibu dari suami yang istrinya menyusuinya (nenek juga).
    4. Anak wanita dari ibu yang menyusui (saudara wanita sesusuan).
    5. Saudara wanita dari suami wanita yang menyusui.
    6. Saudara wanita dari ibu yang menyusui.
  2. Mahram Yang Bersifat Sementara
    Kemahraman ini bersifat sementara, bila terjadi sesuatu, laki-laki yang tadinya menikahi seorang wanita, menjadi boleh menikahinya. Diantara para wanita yang termasuk ke dalam kelompok haram dinikahi secara sementara waktu adalah :
    1.
    Istri orang lain, tidak boleh dinikahi tapi bila sudah diceraikan oleh suaminya, maka boleh dinikahi.
    2. Saudara ipar, atau saudara wanita dari istri. Tidak boleh dinikahi tapi juga tidak boleh khalwat atau melihat sebagian auratnya. Hal yang sama juga berlaku bagi bibi dari istri. Namun bila hubungan suami istri dengan saudara dari ipar itu sudah selesai, baik karena meninggal atau pun karena cerai, maka ipar yang tadinya haram dinikahi menjadi boleh dinikahi. Demikian juga dengan bibi dari istri.
    3. Wanita yang masih dalam masa Iddah, yaitu masa menunggu akibat dicerai suaminya atau ditinggal mati. Begitu selesai masa iddahnya, maka wanita itu halal dinikahi.
    4. Istri yang telah ditalak tiga, untuk sementara haram dinikahi kembali. Tetapi seandainya atas kehendak Allah dia menikah lagi dengan laki-laki lain dan kemudian diceraikan suami barunya itu, maka halal dinikahi kembali asalkan telah selesai iddahnya dan posisi suaminya bukan sebagai muhallil belaka.
    5. Menikah dalam keadaan Ihram, seorang yang sedang dalam keadaan berihram baik untuk haji atau umrah, dilarang menikah atau menikahkan orang lain. Begitu ibadah ihramnya selesai, maka boleh dinikahi.
    6. Menikahi wanita budak padahal mampu menikahi wanita merdeka. Namun ketika tidak mampu menikahi wanita merdeka, boleh menikahi budak.
    7. Menikahi wanita pezina. Dalam hal ini selama wanita itu masih aktif melakukan zina. Sebaliknya, ketika wanita itu sudah bertaubat dengan taubat nashuha, umumnya ulama membolehkannya.
    8. Menikahi istri yang telah dili`an, yaitu yang telah dicerai dengan cara dilaknat.
    9. Menikahi wanita non muslim yang bukan kitabiyah atau wanita musyrikah. Namun begitu wanita itu masuk Islam atau masuk agama ahli kitab, dihalalkan bagi laki-laki muslim untuk menikahi.

      1. Bentuk kemahraman yang ini semata-mata mengharamkan pernikahan saja, tapi tidak membuat seseorang boleh melihat aurat, berkhalwat dan bepergian bersama. Yaitu mahram yang bersifat muaqqat atau sementara. Yang membolehkan semua itu hanyalah bila wanita itu mahram yang bersifat abadi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar